Mengetahui arti ilmu Fiqih,Aqidah,Tauhid,Tajwid dan Ahlak
PENDIDIKAN DASAR AGAMA ISLAM.
Berikut adalah pengertian dari beberapa
cabang ilmu dalam mempelajari agama Islam.
Ilmu Fiqih
Ilmu fiqih adalah ilmu untuk mengetahui hukum Allah yang berhubungan
dengan segala amaliah mukallaf baik yang wajib, sunah, mubah, makruh atau haram
yang digali dari dalil-dalil yang jelas (tafshili).
Produk ilmu fiqih adalah “fiqih”. Sedangkan kaidah-kaidah istinbath
(mengeluarkan) hukum dari sumbernya dipelajari dalam ilmu “Ushul Fiqih”.
Ilmu Aqidah
Ilmu Aqidah adalah ilmu yang mengajarkan manusia mengenai
kepercayaan yang pasti dan wajib dimiliki oleh setiap manusia.
Ilmu Akhlak
Ilmu Akhlak adalah ilmu yangmengajarkan manusia untuk dapat
berperangai,berbudi pekerti,tingkah laku dan tabiat.
Ilmu Ibadah
Ilmu ibadah adalah sambungan dari pada ilmu ahlak dimana
semuanya membahas tentang tingkah laku serta cara-cara kita untuk beribadah
kepada Tuhan (pencipta kita) sesuai dengan Aqidah yang kita yakini.
Ilmu Tajwid
Ilmu Tajwid adalah ilmu yang membahas tentang tata cara dan
bagaimana cara kita membaca Al’Quran (Ejaan-ejaan dll)dengan baik dan benar
sesuai dengan tuntunan Sunnah Rasulullah Saw.
Ilmu Tauhid
ilmu
Tauhid yakni ilmu yang mempelajari dan membahas masalah-masalah yang
berhubungan dengan keimanan terutama yang menyangkut masalah ke-Maha Esa-an
Allah.
Hukum mempelajari
ilmu tauhid adalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim
dan muslimah sampai ia betul-betul memiliki keyakinan dan kepuasan hati serta
akal bahwa ia berada di atas agama yang benar. Sedangkan mempelajari lebih dari
itu hukumnya fardhu kifayah, artinya jika telah ada yang mengetahui, yang lain
tidak berdosa. Allah swt berfirman:
Maka ketahuilah,
bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah.
(47:19).
Macam-Macam Tauhid
Tauhid, adalah konsep dalam aqidah
Islam yang menyatakan keesaan Allah.
Tauhid dibagi menjadi 3 macam yakni
tauhid rububiyah, uluhiyah dan Asma wa Sifat. Mengamalkan tauhid dan menjauhi
syirik merupakan konsekuensi dari kalimat sahadat yang telah diikrarkan oleh
seorang muslim.
Rububiyah
Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya
Rabb yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi
rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam
Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al Quran surat Az Zumar ayat 62 :”Allah
menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu”. Hal yang seperti
ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya.
Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya
mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh
di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini
terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi
kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Alloh “Apakah mereka
diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka
telah menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa
yang mereka katakan).“ (Ath-Thur: 35-36)
Namun pengakuan seseorang terhadap
Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena
sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rosululloh mengakui
dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Alloh, “Katakanlah: ‘Siapakah
Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka
akan menjawab: ‘Kepunyaan Alloh.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’
Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu
sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika
kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Alloh.’ Katakanlah: ‘Maka
dari jalan manakah kamu ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89).
Uluhiyah/Ibadah
Beriman bahwa hanya Allah semata yang
berhak disembah, tidak ada sekutu bangiNya. “Allah menyatakan bahwa tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat
dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana” (Al Imran
: 18). Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan
terhadap rububiyahNya. Mengesakan Alloh dalam segala macam ibadah yang kita
lakukan. Seperti shalat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap,
cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan
tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Alloh semata. Tauhid inilah yang
merupakan inti dakwah para rosul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum
musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Alloh mengenai
perkataan mereka itu “Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu
Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat
mengherankan.” (Shaad: 5). Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy
mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Alloh
semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Alloh dan
Rosul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Alloh adalah satu-satunya Pencipta
alam semesta.
Asma wa Sifat
Beriman bahwa Allah memiliki nama dan
sifat baik (asma’ul husna) yang sesuai dengan keagunganNya. Umat Islam mengenal
99 asma’ul husna yang merupakan nama sekaligus sifat Allah.
Tidak ada Tauhid
Mulkiyah
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang
tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah
karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan
Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini sudah masuk ke
dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini
adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam
Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak
boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah
pada surat Yusuf ayat 40. [Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas]
Al-Quran adalah Kitab Tauhid Terbesar
Sesungguhnya pembahasan utama Al-Quran
adalah tauhid. Kita tidak akan menemukan satu halaman pun yang tidak mengandung
ajakan untuk beriman kepada Allah, rasul-Nya, atau hari akhir, malaikat,
kitab-kitab yang diturunkan Allah, atau taqdir yang diberlakukan bagi alam
semesta ini. Bahkan dapat dikatakan bahwa hampir seluruh ayat Al-Quran yang
diturunkan sebelum hijrah (ayat-ayat Makkiyyah) berisi tauhid dan yang terkait
dengan tauhid.
Karena itu tak heran masalah tauhid
menjadi perhatian kaum muslimin sejak dulu, sebagaimana masalah ini menjadi
perhatian Al-Quran. Bahkan, tema tauhid adalah tema utama dakwah mereka. Umat
Islam sejak dahulu berdakwah mengajak orang kepada agama Allah dengan hikmah
dan pelajaran yang baik. Mereka mendakwahkan bukti-bukti kebenaran akidah Islam
agar manusia mau beriman kepada akidah yang lurus ini.
Bagi seorang muslim, akidah adalah
segala-galanya. Tatkala umat Islam mengabaikan akidah mereka yang benar -yang
harus mereka pelajari melalui ilmu tauhid yang didasari oleh bukti-bukti dan dalil
yang kuat– mulailah kelemahan masuk ke dalam keyakinan sebagian besar kaum
muslimin. Kelemahan akidah akan berakibat pada amal dan produktivitas mereka.
Dengan semakin luasnya kerusakan itu, maka orang-orang yang memusuhi Islam akan
mudah mengalahkan mereka. Menjajah negeri mereka dan menghinakan mereka di
negeri mereka sendiri.
Sejarah membuktikan bahwa umat Islam
generasi awal sangat memperhatikan tauhid sehingga mereka mulia dan memimpin
dunia. Sejarah juga mengajarkan kepada kita, ketika umat Islam mengabaikannnya
akidah, mereka menjadi lemah. Kelemahan perilaku dan amal umat Islam telah
memberi kesempatan orang-orang kafir untuk menjajah negeri dan tanah air umat
Islam.
Bidang Pembahasan Ilmu Tauhid
Ilmu tauhid membahas enam hal, yaitu:
1. Iman kepada Allah, tauhid
kepada-Nya, dan ikhlash beribadah hanya untuk-Nya tanpa sekutu apapun
bentuknya.
2. Iman kepada rasul-rasul Allah para
pembawa petunjuk ilahi, mengetahui sifat-sifat yang wajib dan pasti ada pada
mereka seperti jujur dan amanah, mengetahui sifat-sifat yang mustahil ada pada
mereka seperti dusta dan khianat, mengetahui mu’jizat dan bukti-bukti kerasulan
mereka, khususnya mu’jizat dan bukti-bukti kerasulan Nabi Muhammad saw.
3. Iman kepada kitab-kitab yang
diturunkan Allah kepada para nabi dan rasul sebagai petunjuk bagi
hamba-hamba-Nya sepanjang sejarah manusia yang panjang.
4. Iman kepada malaikat, tugas-tugas
yang mereka laksanakan, dan hubungan mereka dengan manusia di dunia dan
akhirat.
5. Iman kepada hari akhir, apa saja
yang dipersiapkan Allah sebagai balasan bagi orang-orang mukmin (surga) maupun
orang-orang kafir (neraka).
6. Iman kepada takdir Allah yang Maha
Bijaksana yang mengatur dengan takdir-Nya semua yang ada di alam semesta ini.
Allah swt berfirman:
“Rasul telah beriman kepada
Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang
yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya.” (Al-Baqarah: 285)
Rasulullah saw. ditanya tentang iman,
beliau menjawab,
“Iman adalah engkau membenarkan
dan meyakini Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari
akhir, dan taqdir baik maupun buruk.” (HR. Muslim).
Hubungan Fiqih dengan Akidah Islam
Di antara keistimewaan-keistimewaan Fiqih Islam – yakni seperti yang
telah kita katakan: hukum-hukum Syari’at yang mengatur amal-perbuatan
dan perkataan-perkataan orang mukallaf – ialah, bahwa ia berkaitan erat
dengan keimanan kepada Allah Ta’ala, dan terikat kuat
dengan rukun-rukun aqidah Islam, terutama aqidah keimanan kepada Allah
Ta’ala. Inilah yang menyebabkan seorang muslim mau berpegang teguh pada
hukum-hukum agama, dan dengan suka-rela dan tanpa terpaksa
melaksanakannya.
Dan juga, karena orang tidak beriman kepada Allah Ta’ala, takkan merasa
terikat dengan shalat maupun puasa, dan dalam melakukan perbuatannya
takkan perdulu dengan halal-haram. Jadi, keterkaitan dengan hukum-hukum
syari’at adalah salah satu cabang dari keimanan kepada Dzat yang telah menurunkannya dan mensyari’atkannya kepada hamba-hamba-Nya.
Contoh-contoh ayat dalam Al-Qur’an yang menerangkan hubungan antara Fiqih dengan iman,
banyak sekali. Di sini, hanya akan disebutkan beberapa saja di
antaranya, agar kita tahu sejauh mana hubungan antara hukum-hukum dengan
iman, dan antara syari’at dengan Aqidah ini:
- Allah ‘Azza Wa Jalla menyuruh bersuci, dan hal itu Dia anggap termasuk hal-hal yang lazim bagi keimanan kepada-Nya SWT. Firman-Nya:
............ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku....(Q.S. al-Maidah: 6).
- Allah menyebut shalat dan zakat, dan keduanya digandengkan dengan keimanan kepada hari akhir, dalam firman-Nya:
(yaitu) orang-orang yang mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat. (Q.S an-Naml: 3)
- Allah mewajibakan puasa yang menyebabkan taqwa, dan menggandengkannya dengan iman, dalam firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Q.S. al-Baqarah: 183).
- Allah Ta’ala menyebutkan sifat-sifat terpuji yang dimiliki seorang muslim, lalu Dia kaitkan hal itu dengan keimanan kepada-Nya, yang dengan demikian ia patut masuk surga. Firman-Nya:
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu. Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya. (Q.S al-Mukminuun: 1-11).
Al-Laghwu: perkataan atau perbuatan batil yang tidak berguna .
Furuj: jamak dari farj, artinya: alat kelamin laki-laki atau perempuan. Memelihara Farj, yang dimaksud ialah menjaganya jangan sampai digunakan untuk melakukan perbuatan haram, khususnya berzina.
Ma malakat aimanuhum: apa yang dimiliki oleh sumpah-sumpah mereka. Maksudnya, budak-budak wanita yang mereka miliki.
Ghairu malumin (tidak tercela) untuk menyetubuhi budak budak wanita itu. Al-Adun: orang-orang yang zalim dan melampaui batas.
- Allah Ta’ala menyuruh mempergauli wanita dengan baik, dan untuk suruhan-Nya itu dia mulai dengan memanggil kaum lelaki, seraya firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (Q.S. an-Nisa’: 19).
Ta’dhuluhunna (kamu menyusahkan mereka), yakni mencegah kawin lagi.
Bi fahisyatin (dengan suatu perbuatan keji), yakni suatu kelakuan buruk, atau kedurhakaan atau perzinaan.
Mubayyinah: yang terang dan nyata
- Allah Ta’ala menyuruh wanita yang diceraikan suaminya, agar menuggu sampai tiga kali quru’, dan jangan menyembunyikan apa yang ada dalam rahimnya bila memang hamil, yang semua itu Dia kaitkan dengan keimanan kepada Allah dari hari Akhir, seraya firman-Nya:
Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru(Quru' dapat diartikan suci atau haidh.)' , dan tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. (Q.S. al-Baqarah 228).
- Allah SWT menyuruh menghindari khamar, judi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib dengan panah, setelah memanggil kaum mukminin dengan menyebut keimanan mereka, agar dengan demikian dapat dirasakan, bahwa menghindari hal-hal tersebut erat hubungannya dengan kemurnian iman mereka. Firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Q.S. al-Maidah: 90).
- Allah SWT mengharamkan riba, dengan mengakaitkan meninggalkan riba dengan kesungguhan takwa dan iman, seraya firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (Q.S. Ali ‘Imran: 130).
Dan firman-Nya pula:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Q.S. al-Baqarah 278)
- Allah Ta’ala menyuruh orang beramal seraya membangkitkan perasaan tentang adanya pengawasan Ilahi dan rasa tanggung jawab. Dia berfirman:
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (at-Taubah 105).
Demikian seterusnya, tiap kali
Anda dapatkan sesuatu hukum agama dalam Al-Qur’an, maka pasti
digandengkan dengan keimanan kepada Allah Ta’ala, dan dikaitkan dengan
rukun-rukun Aqidah Islam. Dan dengan demikian, Fiqih Islam memperoleh
kedudukan agama dan mempunyai kewibawaan ruhani. Karena Fiqih Islam
memang berupa hukum-hukum syari’at yang keluar dari Allah Ta’ala yang
wajib ditaati, dan menyebabkan ridha-Nya, sedang untuk melanggarnya
diancam dengan murka dan siksa Allah; dan bukan sekedar hukum-hukum
perundang-undangan semata, yang tidak terasa oleh manusia adanya suatu
tali yang mengikat hukum-hukum itu pada sanubarinya, atau
menghubungkannya dengan penciptannya.
Allah Ta’ala berfirman:
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan
terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya. (Q.S. an-Nisa’: 65).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar